Sabtu, 17 September 2011

Ahmed Bukhatir - Zaujaty.flv - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Ahmed Bukhatir - Zaujaty.flv

Ahmed Bukhatir - Zaujaty.flv - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/video/foQMwr9t/Ahmed_Bukhatir_-_Zaujaty.html" target="_blank">Ahmed Bukhatir - Zaujaty.flv</a>

Minggu, 22 Mei 2011

FILOSOFI SISTEM BUDIDAYA RAMAH LINGKUNGAN

Filosofi budidaya perairan adalah usaha membudidayakan/melestarikan organisme yang liar hidup di alam perairan menjadi organisme yang dapat dibudidayakan/kultur. Dalam budidaya perairan, yang dipelihara pada prinsipnya adalah lingkungannya dalam hal ini airnya. Jadi apapun organismenya jika air sebagai media hidupnya tidak sesuai, maka usaha budidaya dapat dipastikan gagal.
System budidaya yang ramah lingkungan pada umumnya yaitu budidaya secara intensif. Dalam hal ini, contohnya yaitu udang. Budidaya udang secara intensif  berkembang sangat pesat. Pembukaan tambak baru dengan hamparan yang cukup luas, seringkali kurang memperhatikan keberadaan jalur hijau, akibatnya populasi pohon bakau sangat menurun, bahkan di beberapa tempat dibabat habis.  Pada sisi lain para pengusaha seakan berusaha memacu produksi dengan meningkatkan padat tebar udang.  Dengan padat tebar yang tinggi, diikuti dengan pemberian pakan yang  lebih banyak per satuan luas tambak akan menambah berat beban lingkungan.  Hal ini diperburuk dengan sistem pembuangan air sisa pemeliharaan yang kurang baik, akibatnya dari waktu ke waktu terjadi akumulasi bahan organik sisa pakan dan kotoran udang dalam tambak dan lingkungan estuaria.
Ekosistem tambak merupakan lingkungan alami yang tidak mungkin dapat menyediakan lingkungan hidup yang optimal bagi udang yang dibudidayakan.  Untuk itu, pengelolaan lingkungan sangat diperlukan untuk menyediakan tempat hidup yang layak dan nyaman agar udang dapat menyelenggarakan proses-proses kehidupannya dengan baik.  Jika lingkungan sudah terkondisi dengan baik, maka faktor pakan selanjutnya akan menentukan pertumbuhan.  Ketersediaan pakan yang baik sangat diperlukan bagi pertumbuhan, yaitu penambahan bobot, panjang atau volume udang akibat adanya energi yang disisakan dari energi pakan setelah dikurangi dengan energi metabolisme total serta energi yang dikeluarkan berupa feses dan urin.  Produksi akan optimal bila kendala oleh penyakit dan hama dapat diatasi dengan baik. 
Ketiga faktor penentu produksi berinteraksi sesamanya.  Sebagai contoh, penerapan teknologi budidaya udang secara intensif memerlukan pemberian pakan yang intensif pula.   Hal ini berkonsekuensi terhadap penumpukan sisa pakan dan ekskresi udang, serta senyawa lainnya di dasar tambak yang dapat menjadi penyebab utama penurunan kualitas lingkungan yang selanjutnya akan menurunkan produktivitas tambak.  Penurunan kualitas lingkungan dapat diakibatkan oleh ketidak-efisienan pakan dan pemberian pakan, ekskresi udang, serta sisa pengobatan. Agar terjadi efisiensi pakan yang tinggi, maka pakan udang yang diberikan harus berpeluang tinggi untuk dimakan.  Kondisi ini tercapai apabila kondisi lingkungan optimal bagi udang.  Karena keeratan hubungan tersebut, maka perlu diusahakan cara budidaya udang dengan memperhatikan kondisi fisiologis udang, lingkungan tempat hidupnya, serta pakan yang tidak mencemari lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya, khususnya dalam  pembudidayaan  yang ramah lingkungan,dapat dilakukan dalam beberapa factor, diantaranya:
MANAJEMEN LINGKUNGAN
-       Sistem resirkulasi tertutup yang bertujuan agar metabolit dan bahan toksik tidak mencemari lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem filter sebagai berikut:
a.    Sistem filter biologi dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri nitrifikasi, alga, atau tanaman air untuk memanfaatkan amonia atau senyawa organik lainnya.
b.    Sistem penyaringan non-biologi, dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia     terhadap polutan yang sama.
-       Pemanfaatan mangrove untuk menurunkan kadar limbah budidaya udang, merupakan suatu cara bioremediasi dalam budidaya udang sistem tertutup. 
-       Penggunaan bakteri biokontrol atau probiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik sehingga pencemaran di perairan dapat dikurangi 
-       Dengan cara transgenik, yaitu menggunakan gene cecropin  yang diisolasi dari ulat sutera Bombyx mori. Udang transgenik yang mengandung rekombinan cecropin akan mempunyai aktivitas litik tinggi terhadap bakteri patogen pada udang. 
MANAJEMEN PAKAN
Untuk tetap dapat melestarikan lingkungan yang mendorong nutritionists dan aquaculturists  juga dibutuhkan pembuatan formulasi pakan yang ‘ramah’ atau berwawasan lingkungan, termasuk manajemen pemberiannya agar lebih efisien.  Terkait dengan masalah tersebut adalah:
(a) pengadaan pakan dengan kandungan protein rendah,
(b) optimalisasi profil/konfigurasi asam amino,
(c) optimalisasi perbandingan protein terhadap energi (P/E ratio) dari pakan,
(d) perbaikan kualitas bahan pakan,
(e) pemilihan bahan pakan yang mempunyai daya cerna tinggi, dan (e) optimalisasi strategi manajemen pakan.
            Dengan strategi seperti diatas, diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan efisiensi pakan dan menekan permasalahan yang ditimbulkan oleh limbah bernitrogen.  Penggunaan karbohidrat dalam pakan adalah penting dikarenakan beberapa hal:
 (a) sebagai sumber energi yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan protein, maka karbohidrat dapat menekan ongkos produksi dan yang pada akhirnya dapat menurunkan total harga pakan
 (b) pada tingkat tertentu, karbohidrat mampu men-substitusi energi yang berasal dari protein pakan (‘sparing’ protein pakan) dan karena itu efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dapat ditingkatkan
(c) sebagai binder, karbohidrat (terutama yang berasal dari bahan pakan tertentu) mampu meningkatkan kualitas fisik pakan dan menurunkan prosentase ‘debu pakan
 (d) sebagai komponen tanpa nitrogen, maka penggunaan karbohidrat dalam jumlah tertentu dalam pakan dapat menurunkan sejumlah limbah ber-nitrogen sehingga meminimalkan dampak negatif dari pakan terhadap lingkungan  yang juga merupakan media pada organisme yang di budidayakan.
Selain itu juga, adanya perkembangan bioteknologi pada akuakultur, misalnya program peningkatan sistem kekebalan telah dilakukan dengan menggunakan vaksin, imunostimulan, probiotik, dan  bioremediasi. Vaksin dapat memacu produksi antibiotik specifik dan hanya efektif untuk mencegah  satu patogen tertentu. Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non specifik, misalnya  lipopolysaccharide dan  B-glucan  yang telah diterapkan untuk ikan dan udang di Indonesia.  Probiotik  diaplikasikan pada pakan atau dalam lingkungan perairan budidaya sebagai penyeimbang  mikroba dalam pencernaan dan lingkungan perairan .Referensi:http//.google.co.id.(budidayaudangwindu
berwawasan lingkungan, diakses tanggal 3 November 2009.   

Sabtu, 12 Maret 2011

Spesies parasit monogenea dan digenea, termasuk siklus hidupnya

v Parasit Monogenea
Umumnya ikan-ikan yang hidup di alam dapat terinfeksi oleh berbagai jenis parasit cacing-cacingan seperti Monogenea, Digenea, Nematoda dan Acanthocepala.
Parasit monogenea umumnya ektoparasit dan jarang bersifat endoparasit. Hal ini sesuai dengan pendapat Kabata (1985) bahwa monogenea merupakan salah satu parasit yang sebagian besar menyerang pada bagian luar tubuh ikan (ektoparasit) jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan (endoparasit) biasanya menyerang kulit dan insang.
Monogenea merupakan cacing pipih dengan ukuran panjang 0,15-20 mm bentuk tubuhnya fusiform, haptor di bagian posterior dan siklus kait sentral sepasang dan sejumlah kait marginal. Salah satu contoh class monogenea yaitu Dactylogyridae yang mempunyai alat bantu organ tambahan pada tubuhnya yang biasa disebut squamodis yang berfungsi sebagai perekat, selanjutnya dikatakan bahwa ada sekitar 1500 spesies monogenea yang ditemukan pada ikan (Gusrina, 2008).
Ciri ikan yang terserang monogenea adalah produksi lendir pada bagian epidermis akan meningkat, kulit terlihat lebih pucat dari normalnya, frekuensi pernapasan terus meningkat karena insang tidak dapat berfungsi secara sempurna, kehilangan berat badan (kurus) melompat-lompat ke permukaan air dan terjadi kerusakan berat pada insang (Rukmono, 1998)
Contoh ikan yang terserang yaitu pada ikan kakap. Jenis cacing yang ditemukan yaitu Diplectanum sp, yang berukuran antara 0,5-1,9 mm. cacing ini menyerang pada bagian tubuh yaitu insang hingga pucat dan berlendir. 
Selain ikan kakap,  Ikan kerapu juga terinfeksi. Dengan memperlihatkan gejala klinis; menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Serangan berat dari parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian.
Upaya pengendaliannya dapat dilakukan dengan perendaman 250 ppm formalin selama 1 jam atau perendaman dalam air laut salinitas tinggi yaitu 60 ppt selama 15 menit (Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001).
Berikut beberapa jenis-jenis parasit dari class monogenea yaitu diantaranya:
a.    Parasit Dactylogyrus spp
Dactylogyrus sp digolongkan ke dalam phylum Vermes, subphylum Platyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, family Dactylogyridae, subfamily Dactylogyrinae dan genus Dactylogyrus .
Hewan parasit ini termasuk cacing tingkat rendah (Trematoda). Dactylogyrus sp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut. Pada bagian tubuhnya terdapat posterior Haptor. Haptornya ini tidak memiliki struktur cuticular dan memiliki satu pasang kait dengan satu baris kutikular, memiliki 16 kait utama, satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus spp mempunyai ophistapor (posterior suvker) dengan 1 – 2 pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gejala infeksi pada ikan antara lain : pernafasan ikan meningkat, produksi lendir berlebih (Gusrina, 2008).
Sebagian besar parasit monogenea seperti Dactylogyrus spp bersifat ovivarus (bertelur) dimana telur yang menetas menjadi larfa yang berenang bebas yang dinamakan oncomiracidium. Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan. Penyerangan dimulai dengan cacing dewasa menempel pada insang atau bagian tubuh lainnya (Gusrina, 2008).
Parasit Dactylogyrus spp mempunyai siklus hidup langsung yang melibatkan satu inang. Parasit ini merupakan ektoparasit pada insang ikan. Telur-telur yang dilepaskan akan menjadi larva cilia yang yang dinamakan penetasan oncomiracidium. Oncomiracidium mempunyai haptor dan dapat menyerang sampai menyentuh inang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anshary (2004) yang menyatakan sebagian besar parasit monogenea seperti Dactylogyrus spp bersifat ovivarus (bertelur) dimana telur yang menetas menjadi larfa yang berenang bebas yang dinamakan oncomiracidium.
Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan. Penyerangan dimulai dengan cacing dewasa menempel pada insang atau bagian tubuh lainnya (Gusrina, 2008).
Menurut Damarjati (2008), beberapa gejala klinis akibat infeksi parasit yang dapat digunakan sebagai presumtif diagnosa antara lain :
- Ikan tampak lemah, tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat, tingkah laku dan berenang tidak normal disertai produksi lendir yang berlebihan.
- Ikan sering terlihat mengumpul di sekitar air masuk, karena pada daerah ini kualitas air terutama kadar oksigen lebih tinggi.
- Sering mengapung dipermukaan air.
- Insang tampak pucat dan membengkak, sehingga operculum terbuka. Kerusakan pada insang menyebabkan sulit bernafas, sehingga tampak megap-megap seperti gejala kekurangan oksigen. Insang ikan rusak, luka dan timbul perdarahan serta berlebihan lendir (stadium awal). Dalam keadaan serius filamen insang akan rusak dan operkulum ikan tidak tertutup dengan sempurna mengakibatkan kesulitan bernafas.
- Secara mikroskopis terlihat ada nekrosis pada insang yang berwarna kekuningan atau putih, selain itu juga terjadi proliferasi di kartilago hialin pada lamella sekunder. Penyebabnya bisa karena tertular dari ikan yang terinfeksi, kolam tempat pemeliharaan ikan yang menggunakan sumber air tanah dan kurang bersih.
Pengobatan yang efektif untuk cacing Dactylogyrus spp. adalah dengan pemberian formaldehide dan yang tidak kalah penting adalah selalu membersihkan kolam atau aquarium serta memeriksa sirkulasi air, sirkulasi udara dan kepadatan kolam (Damarjati, 2008).
b.    Neobenedenia
            Parasit jenis ini adalah jenis parasit yang paling sering ditemukan pada ikan laut seperti kerapu,kakap,bawal bintang dll. Merupakan jenis cacing (monogenea) dan merupakan ektoparasit (parasit yang menyerang bagian permukaan tubuh) biasanya ditemukan di kulit (sisik), mata, insang.
            Gejala klinis dari ikan yang terserang parasit ini kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan adanya luka karena infeksi sekunder bakteri.
            Cara pencegahannya yang biasa dilakukan yaitu dengan perendaman air tawar.
c.    Diplectanum
            Jenis ektoparasit yang biasa menyerang di lamella insang ikan laut (krapu, kakap, napoleon, bawal). Parasit Diplectanum termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Diplectanidae karena sering ditemui menyerang insang parasit ini juga sering disebut sebagai cacing insang. Pada beberapa kasus serangan parasit insang bisa menyebabkan kematian pada ikan yang cukup banyak, ikan yang terserang akan mengalami gangguan dalam proses pernafasan, selain itu luka yang ditimbulkan bisa menyebabkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri.
d.    Gyrodactilus sp.
            Gyrodactilus sp digolongkan kedalam phylum Vermes, subphylum Platyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, family Gyrodactylidae, subfamily Gyrodactylinae dan genus Gyrodactilus. Hewan parasit ini termasuk cacing tingkat rendah (Trematoda). Gyrodactilus sp biasanya sering menyerang ikan air tawar, payau dan laut pada bagian kulit luar dan insang. Parasit ini bersifat vivipar dimana telur berkembang dan menetas di dalam uterusnya. Memiliki panjang tubuh berkisar antara 0,5 – 0,8 mm, hidup pada permukaan tubuh ikan dan biasa menginfeksi organ-organ lokomosi hospes dan respirasi.
            Larva berkembang di dalam uterus parasit tersebut dan dapat berisi kelompok – kelompok sel embrionik. Ophisthaptor individu dewasa tidak mengandung batil isap, tetapi memiliki sederet kait-kait kecil berjumlah 16 buah disepanjang tepinya dan sepanjang kait besar di tengah-tengah, terdapat dua tonjolan yang menyerupai kuping. Gejala infeksi pada ikan antara lain : pernafasan ikan meningkat, produksi ender berlebih.

v Parasit Digenea
            Digenea adalah trematoda endoparasit yang memiliki siklus hidup kompleks yang melibatkan satu atau lebih inang antara. Digenea umumnya berbentuk pipih seperti daun dengan struktur mirip turbelaria free living. Tubuh lunak dan terdiri 2 sucker, faring, kaekum intestinalis, sistem reproduksi. Bentuk dasar tubuh digenea dewasa bermacam-macam.
Digenea ada Haplometrana, Opoecaelus, Clinostomum, dari Cestoda Marsipometra, Bothriocephalus.
·         Clinostonum sp
            Parasit ini seringkali ditemukan pada benih ikan gurame, dan menyebabkan sakit bintilan. Bintil-bintil ini mengandung cercaria Clinostonum sp. Dan menyebabkan ikan gurame yang terinfeksi terhambat pertumbuhannya.
            Daur hidup Clinostonum sp terdiri dari beberapa fase yakni pertama yaitu fase telur (dalam air), kedua fase miracidium, sporocyst dan redia (dalam siput), ketiga fase cercaria dan kista/metacercaria (dalam air), serta keempat fase dewasa (dalam hewan vertebrata, ikan, ternak, burung, dan manusia)
            Digenea yang telah diketahui mendekati 400 genera dan sedikitnya 4000 spesies yang menyerang ikan. Parasit ini memperlihatkan inang spesifisitas yang tinggi terutama pada inang antara yang pertama dan pada inang akhir. Organ yang diserang pada inang akhir adalah organ internal seperti saluran gastrointernal dan organ yang berdekatan seperti hati dan empedu, paru-paru, gelembung renang serta saluran darah.
            Jenis ikan yang diserang yaitu ikan kakap, yang berasal dari Lecithochirium sp. Dan pseudometadena celebensis. Cacing jenis ini menyerang pada bagian usus.
            Upaya pengendalian yaitu dengan menggunakan larutan acriflavin 100 ppm  dalam air tawar selama 1 menit, atau acriflavin 10 ppm selama 60 menit.
Diagnosis Digenea:
Ø  Struktur dan Fungsi Digenic Trematoda
-       Cacing dewasa punya 2 batil isap untuk menempel pada hospes.
-       Batil isap (bi) mulut di bagian anterior mengelilingi mulut.
-        perut / bi ventral di posterior, bi mulut di ventral
-       permukaan tubuh disebut tegumen, absorbtif dan kadang berspina. Otot ada di bawah tegumen, tidak punya rongga tubuh, organ-organ dalam di bungkus oleh parenchym.
Ø  Sistem pencernaan
             mulut — pharynx — esophagus — usus yang bercabang – cabang (intestinal caeca ) dan berakhir buntu. Material yang tidak terdigesti biasanya diregurgitasi.
Ø  Sistem Ekskresi
            Sisitem ekskresi terdiri atas banyak flame cell yang bersilia yang akan membuang sampah produk metabolik melalui sistem seperti pipa keluar tubuh.
Ø  Sistem Syaraf
            System syaraf terdiri atas sepasang traktus longitudinal yang dihubungkan dengan bagian anterior oleh 2 ganglia.
Ø  Sistem Reproduksi
            System reproduksi pada umumnya hermaprodit, bisa terjadi fertilisasi sendiri atau fertilisasi sendiri atau fertilisasi silang.
Ø  Organ Reproduksi jantan
            sepasang testis —› masing-masing dilanjutkan oleh vas deferens —›kantong sirus yang berisi vesicula seminalis dan cirus —› primitive penis yang berakhir pada genital opening.
Ø  Organ Reproduksi betina
            mempunyai ovarium tunggal —› oviduct —› ootype (tempat ovum menerima yolk (kuning telur) dari sekresi glandula vitelina dan membentuk cangkang —› telur menuju uterus (cangkang mengeras) —› keluar melalui porus genitalis.
Ø  Makanan
            Pada umumnya : darah, debris jaringan —› ditelan —› masuk caeca —› dicerna dan diabsorbsi. Metabolisme secara anaerob.
ü Siklus Hidup Trematoda Digenea:
§  1 telur nematoda hanya bisa jadi 1 cacing dewasa
§  1 telur trematoda bisa menjadi ratusan cacing dewasa
            Cacing dewasa bersifat ovipara —› telur beroperculum keluar bersama tinja hospes —› embryo dalam telur berkembang menjadi larva yang berbentuk seperti buah pir (pyriform) bersilia yang disebut myracidium.
             Dengan adanya stimulasi dari sinar matahari, myracidium mengeluarkan enzym sehingga operculum telur membuka dan myracidium keluar dari telur (hanya dalam beberapa menit).
            Myracidium berenang di air dengan cilianya (tidak makan) —› sampai menemukan siput yang cocok.
            Setelah masuk ke siput, silia dilepas dan menjadi bentuk memanjang disebut sporosista yang mengandung banyak sel germinal yang kemudian menjadi redia yang bermigrasi ke hepatopancreas siput.
            Redia merupakan bentuk larva, memiliki bioral, beberapa flame cell dan usus yang sederhana.
            Sel germinal dari redia membentuk cercaria tapi jika kondisi lingkungan tidak sesuai, redia membentuk anak redia.
            Cercaria merupakan cacing muda, mempunyai ekor yang panjang —› secara pasif keluar dari siput dalam jumlah yang banyak. Biasanya siput yang terinfeksi akan mati muda karena kerusakan hepatopankreas.
            Cercaria berenang beberapa saat dalam lebih dari satu jam akan melekat pada tumbuhan air dan membentuk kista yang disebut metacercaria.
            Metacercaria dapat hidup kurang lebih beberapa bulan —› masuk ketubuh peroral. Setelah termakan hospes, dinding kista luar pecah saat pengunyahan. Dinding kista bagian dalam pecah diusus dipengaruhi oleh : mekanisme menetas, enzymatic, potensial reduksi-oksidasi dan CO2 dalam lingkungan usus.
            Cacing muda yang keluar kemudian menembus usus bermigrsi ketempat predileksi —› menjadi dewasa dalam beberapa minggu.

Mikrohabitat parasit

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                       

            Berdasarkan kondisi habitatnya dikenal 2 tipe habitat, yaitu habitat mikro dan habitat makro. Habitat makro merupakan habitat bersifat global dengan kondisi lingkungan yang bersifat umum dan luas. Sebaliknya habitat mikro merupakan habitat local dengan kondisi lingkungan yang bersifat setempat yang tidak terlalu luas, misalnya, kolam, rawa payau berlumpur lembek dan dangkal, danau, dan sebagainya.
            Relung atau niche merupakan tempat makhluk hidup berfungsi di habitatnya, bagaimana cara hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut. Jadi pada dasarnya makhluk hidup secara alamiah akan memilih habitat dan relung ekologinya sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti bertempat tinggal, tumbuh berkembang dan melaksanakan fungsi ekologi pada habitat yang sesuai dengan kondisi lingkungan (misalnya iklim), nutrien, dan interaksi antara makhluk hidup yang ada.
            Niche atau nicia atau di Indonesia kita sebut relung memiliki arti tidak hanya tempat atau ruang yang di tinggali makhluk hidup tetapi sebuah profesi makhluk hidup atau organisme dalam habitatnya atau fungsi makhluk hidup atau peranannya dalam lingkungan hidupnya.
            Ruang fisik (habitat) yang ditempati ataupun peran fungsional organisme dalam komunitas disebut niche (nicia atau relung). Dalam pengertiannya, nicia ini diperhitungkan juga apa yang dilakukan organisme, misalnya bagaimana mengubah energi, berperilaku, bereaksi terhadap lingkungan fisik maupun biotik atau memengaruhi dan mengubah lingkungannya. Odum mengemukakan habitat adalah alamat organisme, dan nicia (relung) adalah profesi atau pekerjaan organisme.
            Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985).
            Penyakit pada ikan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu proses kehidupan ikan, sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara umum penyakit dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus dan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup seperti pakan, lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).
            Infeksi dari berbagai parasit biasanya melalui media air dimana ikan akan berinteraksi dengan ikan yang lain, sehingga parasit akan berpindah dari ikan yang satu ke ikan yang lain dan populasi parasit akan semakin banyak.
            Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar tinggi akan menyebabkan ikan mudah stress sehingga menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit, selain itu kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya sutu penyakit.
            Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang sehat. Daelami (2002), mengatakan bahwa parasit ikan terdapat pada lingkungan perairan yang ada ikannya, tetapi belum tentu menyebabkan ikan menderita sakit. Ikan sebenarnya mempunyai daya tahan terhadap penyakit selama berada dalam kondisi lingkungan yang baik dan tubuhnya tidak diperlemah oleh berbagai sebab.
            Parasit pada hewan akuatik memiliki aspek ekologi dan epidemiologi yang unik. Parasit ini memiliki dua lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangannya yaitu lingkungan makro (lingkungan sekunder) dimana ikan hidup dan lingkungan mikro (lingkungan utama) dimana parasit hidup pada inangnya. Sebagai salah satu bentuk adaptasi dalam parasitisme adalah adanya kecenderungan parasit untuk lebih cenderung menginfeksi jenis inang tertentu (species specificity), kecenderungan untuk menempati organ/habitat tertentu dalam inang (mikrohabitat).













BAB II
ISI


A.    Pengertian Mikrohabitat Parasit        
            Menurut Williams dalam Nurhayati (2003) Mikrohabitat parasit adalah lingkungan atau tempat yang mendukung kehidupan parasit pada inangnya. Dimana lingkungan atau tempat tinggal tersebut tersedia makanan, oksigen dan faktor lainnya termasuk didalamnya kompetisi antar spesies.
            Daelami (2002), mengatakan bahwa parasit ikan terdapat pada lingkungan perairan yang ada ikannya, tetapi belum tentu menyebabkan ikan menderita sakit. Ikan sebenarnya mempunyai daya tahan terhadap penyakit selama berada dalam kondisi lingkungan yang baik dan tubuhnya tidak diperlemah oleh berbagai sebab.
            Kadang-kadang larva parasit menempati organ tertentu pada inangnya dan tumbuh menjadi dewasa pada lokasi tersebut. Namun demikian, banyak jenis parasit yang menempati microhabitat yang berbeda pada tahap larva maupun dewasa dari parasit. Sebagai contoh adalah larva parasit golongan Copepoda Caligus diaphanous. Golongan ini awalnya menginfeksi filament insang, tetapi pada tahap dewasa menempati rongga mulut ikan.
            Kasus lainnya adalah parasit golongan monogenea yang memperlihatkan mikrohabitat yang berbeda antara fase larva dan fase dewasanya. Banyak jenis monogenea memperlihatkan kecenderungan untuk menempati organ tertentu pada inangnya/mikrohabitat. Sebagai contoh monopisthocotyleans Pseudodactylogyrus bini and P. anguillae yang menginfeksi European eel Anguilla anguilla hanya ditemukan pada insang dan keduanya memperlihatkan lokasi spesifik masing-masing dalam mikrohabitatnya pada insang. Contoh lainnya adalah microcotylid polypisthocotyleans, Metamicrocotyla cephalus and Microcotyle mugilis, ditemukan pada insang striped mullet Mugil cephalus dan keduanya memiliki microhabitat spesifik pada insang.   Beberapa spesies Gyrodactylus menempati microhabitats selain insang. Sebagai contoh, mayoritas specimens Gyrodactylus salaris ditemukan pada sirip, dan lainnya ditemukan pada filament insang dan kepala/tubuh Atlantic salmon Salmo salar (Appleby and Mo, 1997), sedangkan G. callariatis terutama menempati gill arches, rongga mulut dan pharynx, and sebagian kecil ditemukan pada tubuh, kepala dan sirip dari Atlantic cod Gadus morhua (Appleby, 1996a).
            Faktor yang menyebabkan terjadinya microhabitat yang spesifik pada golongan monogenea adalah belum terlalu jelas. Namun banyak factor kemungkinan terlibat termasuk faktor extrinsic dan intrinsic (Rohde, 1993).
            Arus air yang melewati insang merupakan salah satu factor yang mempengaruhi mikrohabitats, karena kemampuan parasit menahan arus yang keras kemungkinan bervariasi diantara individu parasit sebagaimana yang terlihat pada Pseudodactylogyrus bini dan P. anguillae pada ikan sidat (see Buchmann, 1989) dan Dactylogyrus amphibothrium pada ruffe Gymnocephalus cernua (see Wootten, 1974). Kecendrungan Gyrodactylus derjavini untuk menepati microhabitat tertentu, terutama pada permukaan kornea sirip ekor rainbow trout Oncorhynchus mykiss pada tahap akhir infeksi berasosiasi dengan densitas sel mukus, dimana immunoglobulin, complement factor C3, interleukin IL-1 and carbohydrates memainkan peranan penting terhadap dynamika infeksi parasite (Buchmann and Bresciani, 1998).
            Tetapi pada lokasi dimana microhabitat tidak terpengaruh oleh jenis cell (seperti daerah yang berbeda pada permukaan insang), niche yang sempit akan meningkatkan peluang kontak antar spesies parasit untuk kawin, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya pengumpulan parasit pada microhabitat tertentu (Rohde, 1993).
            Pelekatan pada bagian subcutaneous juga dapat dilihat pada parasit Callorhynchicola multitesticulatus yang menginfeksi inang holocephalan Calloryhnchus milii; dimana stadia tidak dewasa ditemukan pada lamella insang sekunder dan selanjutnya menginfeksi jaringan inang ketika dewasa. Migrasi parasit ini hanya terjadi pada bagian insang saja.
            Sebaliknya, tahap tidak dewasa parasit Heterobothrium okamotoi ditemukan pada lamella insang sekunder ikan tiger puffer Takifigu rubripes dan bermigrasi bagian branchial cavity ketika dewasa. Neoheterobothrium hirame yang menginfeksi ikan Japanese flounder memperlihatkan kesamaan dengan H. okamotoi tentang cara melekat pada inang. Padaawalnya tahap tidak dewasa N. hirame melekat pada lamella sekunder dan kemudian bermigrasi ke buccal cavity wall melalui gill arches/rakers untuk menjadi dewasa. Migrasi kedua spesies parasit ini berasosiasi dengan tingkat kedewasaan parasit, dimana keduanya menjadi dewasa setelah mencapai target organ akhirnya.